Senin, 28 Desember 2009

Potret Masa Lalu

Sungguh menakjubkan putaran waktu yang dicipta Allah. Aku ingin tuliskan putaran waktu yang kuingat. Sebanyak mungkin. Di sini. Saat ini.

Aku tak bisa bercerita banyak bagaimana saya waktu bayi dulu. Aku hanya mampu bercerita sedikit tentang masa itu dengan pengetahuan tentang diriku dari sekitar. Aku terlahir sebagai anak keempat dari enam bersaudara. Aku mendekam di dalam kandungan selama sepuluh bulan. Itu bukan jangka waktu biasa, sembilan bulan sepuluh hari.

Saat berumur beberapa bulan, aku pernah terjatuh dari gendongan seorang teman perempuan Mbak Ulfah, Mbak Dwi namanya. Ah, tak apa. Bahkan, seingatku, aku tak pernah merasakan sakit itu. Aku bahagia dapat melihat potret diriku sendiri saat bayi. Enak sekali. Di mana-mana selalu digendong ibu. Terpotret dalam gambar juga di sekelilingku banyak anak-anak lucu yang bahkan saat ini mereka sudah punya anak seumuran anak-anak dalam foto.

Dua kakak lelakiku selalu berpose seperti jagoan. Ada adegan mengangkat dua tangan yang diangkat tepat di depan dada. Tangan kanan lebih maju daripada yang kiri. Kakinya setengah turun dengan muka yang menantang terarah pada kamera. Ah, lucu sekali! Amir adalah kakak pertama. Dia tegas, tapi terkadang suka menunda pekerjaan. Tapi, apapun itu, dia mencontohiku untuk selalu berani bertindak dan tetap bertahan selama kita benar.

Selepas SMA, ia meneruskan studinya ke IKIP Malang dnegan mengambil jurusan Pendidikan Kewarganegaraan. Tak utuh setahun, ia memutusan untuk keluar dari tempat itu. Alasannya, dia tak begitu kuat dengan udara Malang yang dingin. Sakit typusnya sering kambuh. Saat pulang pun, ia dalam keadaan sakit. Mungkin, ada sebab yang lain. Tapi, aku belum tahu. Kan kutanyakan padanya esok.

Salman, kakak laki-laki ketigaku. Saking cintanya dengan ayam jagonya, dia mendoumentasikannya dalam sebuah foto. Di sana ada aku, Mbak Sita, Mbak Atin, Iput kecil, Mbah Yah, Kak Salman, dan seekor ayam jagonya itu. Dia seringkali mengelus-elus bulu ayamnya. Sepulang sekolah, pasti ayam yang diperhatikannya. Tak pernah aku mendengarnya kalah dalam pertarungan. Selalu menang! Sebenarnya, aku tak bangga padamu atas hal ini sebab ternyata ada yang lebih berarti dalam ingatanku tentangmu.
--bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar