Jumat, 09 November 2012

Dongeng Membuat Anak Peka pada Kita dan Kata

(Disampaikan dalam Seminar "Dongeng sebagai Media Komunikasi antara Orangtua dan Anak" di Auditorium Gedung I FIB UI, Senin, 29 Oktober 2012)

Dunia pendidikan Indonesia seringkali menjelma kaku sebab terlalu banyak pembelajaran yang disajikan dengan pencekokan teori dari pengajar terhadap murid. Cara belajar yang searah, guru menjelaskan; guru memberi pertanyaan; lalu, murid menjawab pertanyaan adalah alur biasa yang jamak dipraktikkan. Kejamakan ini terus berlanjut hingga memunculkan kebosanan.

Ketidakluwesan cara demikian mungkin berhasil menciptakan anak yang bisa menjawab soal, namun tidak untuk menyikapi keadaan sosial. Mengisi LKS (Lembar Kerja Siswa) di sekolah, mengerjakan PR di rumah dengan mengisi LKS, lalu mencocokkan isian LKS yang sudah dikerjakan menjadi rutinitas yang mau-tidak mau harus mereka jalani. Cara orang dewasa mendidik anak membuat mereka menjadi demikian. Terpaku pada kemampuan kognitif belaka adalah kesalahan besar orang dewasa dalam menilai anak.

Indonesia bukan tidak tahu arahan pendidikan kita mau ke mana. Telah disebutkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional dalam UU No. 20 tahun 2003 bab II pasal 3, Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Tujuan baik patut disayangkan jika cara menujunya tidak baik. Jika cara menujunya tidak baik maka konsekuensi logisnya adalah ketidaksempunaan hasil yang dicapai. Oleh karena itu, perlu adanya cara yang baik untuk menjalankan ataupun mendukungnya. Dalam konteks ini, pembelajaran harus dilakukan dengan baik. Bahwa yang disebut belajar adalah setiap kegiatan yang mampu menghantarkan seseorang pada kesiapan hidup yang mencakup kemampuan akademik, maupun non-akademik perlu kita sepakati bersama.

Kehidupan adalah sebenar-benarnya lapangan belajar kita. Kita mendapatkannya dari sana dan akan mengamalkannya di sana. Dalam kehidupan, manusia bisa, bahkan suka bercerita. Manusia juga suka mendengar cerita. Sebab kita adalah pembuat yang juga sekaligus aktor cerita menjadikan kehidupan manusia tak lepas dari cerita.

Mendekatkan kesukaan pada kewajiban, belajar di sekolah misalnya, akan membuat kewajiban tersebut dijalankan dengan senang hati dan tak terbebani. Akankah cerita menjadi jawaban atas kebutuhan pendidikan kita? Dongeng Membuat Anak Peka pada Kita Kita mengenal berbagai macam cerita, salah satunya adalah dongeng. Dongeng kerap disandingkan dengan kata satu ini, anak-anak. Wajar memang, sebab dunia mereka penuh dengan imajinasi dan rekaan. Belajar bersama anak dengan cara yang mereka suka membuat mereka nyaman. Jika nyaman dirasa maka pemahaman pun akan maksimal. Dengan membaca atau dibacakan dongeng, anak bisa memperoleh pelajaran tentang kehidupan dari konflik yang disajikan. Saling tolong-menolong, mudah memaafkan, dan menyayangi teman merupakan beberapa tema keseharian yang kerap diangkat dalam dongeng.

“Mimpi Yang Indah”, sebuah dongeng dari buku Dongeng Kancil 2 yang diterbitkan oleh PT. Gramedia Pustaka Utama dan diterbitkan di rubrik Fabelia Bee Magazine Edisi 39 Volume I, menceritakan Kancil yang menyesali perbuatannya sebab telah memperdaya hewan-hewan lain. Kancil berpikir bahwa tidak ada salahnya jika ia mempergunakan kecerdikannya untuk kebaikan sesama hewan. Baginya, otak cerdas saja tidak cukup sebagai modal untuk menjadi penguasa rimba seperti dikatakannya berikut, “Aku harus berpikir keras untuk mempersatukan dunia hewan. Tidak benar jika aku merasa berotak cerdas lalu menuntut untuk menjadi penguasa rimba. Kita harus dipimpin oleh tokoh yang kuat perkasa dan gagah berani. Tetapi gagah berani saja juga tidak cukup. Buktinya Harimau dan Gajah bisa kuperdaya,” (hal. 14). Pergulatan tokoh Kancil dengan dirinya sendiri memunculkan dialog pribadi yang didengar oleh burung-burung, “Kekuatan, keperkasaan, dan keberanian harus dipadukan dengan kecerdasan dan akal panjang. Ah, masih ada lagi, harus disertai hati yang tulus, senang bersahabat. Yang kuat melindungi yang lemah, yang lemah menghormati yang kuat.” (hal. 15) Perbincangan kancil dengan dirinya sendiri pada akhirnya mendapatkan pemecahan yang sederhana.

Bahwa kancil menempatkan setiap jenis hewan pada tempat yang sesuai dengan kemampuan masing-masing adalah solusi terbaik, seperti dituliskan di bawah ini, “Nah, aku sudah dapat ide. Hutan rimba ini memang harus diatur dan dikuasai bersama. Aku ingin Singa tetap menjadi raja rimba. Harimau jadi panglima, Gajah jadi bayangkara. Monyet-monyet itu jadi prajurit dan narakaya, para abdi. Dan aku? Aku pantas menjadi perdana menteri. Pikiranku dapat kusumbangkan. Lalu siput jadi apa? Oh, ya, ia bisa dijadikan prajurit kapal selam. Yah, sudah bulat pendapatku. Aku akan segera minta maaf kepada semua pihak yang pernah kusakiti hatinya. Lalu kita bentuk pemerintahan rimba raya yang aman dan damai.” (hal.15).

Dalam dunia realita anak, konflik semacam ini kerapkali muncul dalam urusan pertemanan. Bahwa yang kuat akan menindas dan yang lemah tertindas merupakan konsekuensi logis jika cara berteman “yang kuat boleh semaunya” dijadikan dasar. Dengan membaca ataupun mendengar dongeng semacam ini, anak mampu membawanya pada dunia realita, bahwa kita bisa berteman dengan siapa saja dan setiap anak adalah berharga dalam lingkungan pertemanannya. Kepekaan terhadap lingkungan menjadi penting dalam kehidupan sebab anak tidak mampu bertahan jika mengandalkan kemampuan kognitif belaka sebab kemampuan menghargai orang lain, berbagi pada sesama, dan menjalankan fungsi sebagai bagian dari kelompok membuat kehidupan anak akan berjalan dengan baik. Oleh sebab itu, boleh dikatakan bahwa dongeng mampu membuat anak peka pada kita, yaitu keseluruhan lingkungannya.

Dongeng Membuat Anak Peka pada Kata
Sebab dongeng adalah media komunikasi antara orangtua dan anak, idealnya yang berperan bukan hanya orangtua, melainkan keduanya. Orangtua berbicara, anak pun berbicara. Peran orangtua atau guru telah jamak kita ketahui, seperti mendongengkan. Sementara itu, peran anak adalah sebagai pendengar, penjawab pertanyaan, dan seringkali menjadi target amanat dongeng sesuai kehendak orang dewasa. Sebagai media pembelajaran, dongeng selayaknya tidak hanya dipergunakan sebagai bahan acuan jawaban atas pertanyaan pendongeng yang berhubungan dengan cerita. Anak juga bisa diajak untuk memperkirakan kelanjutan cerita. Kemampuan inilah yang saya sebut sebagai kemampuan prediksi. Kemampuan prediksi ini sangat penting untuk melatih kemampuan logika sebab dari sinilah anak berlatih berpikir tentang sebab-akibat, jika begini maka demikian.

Dengan mendengar ataupun membaca dongeng yang berkualitas dan berkuantitas baik sehingga menimbulkan pemahaman yang baik pula mampu menjadikan anak memiliki referensi kata yang cukup. Kosakata yang memadai disertai dengan kepekaan terhadap lingkungan dan kemampuan berpikir sebab-akibat membuat anak akan lebih mudah menuangkan ide ataupun pendapat dalam bentuk lisan, maupun tulisan. Berikut ini akan saya sampaikan beberapa ekspresi yang ditulis oleh beberapa murid At-Taqwa Qur’anic School Tingkat SD dalam bentuk puisi. Puisi berikut ini ditulis oleh Asiah (9 tahun) berjudul “Sekolahku”,
Sekolahku banyak pepohonannya Ada belimbing, mangga, dan lain-lain
Rekolahku tidak ada dindingnya
Walaupun tidak ada
Aku tidak kegerahan
Karena ada kipas anginnya

Melalui puisinya, Aku lirik merasa baik-baik saja dengan tiadanya dinding yang membuat panas matahari bisa langsung masuk ke ruang kelasnya sebab ada kipas angin, “Walaupun tidak ada/ Aku tidak kegerahan/ karena ada kipas angin/”. Kesederhanaan menjadi tema yang dapat kita tarik dari “Sekolahku” karya Asiah ini.

Penyampaian emosi yang baik tidak harus selalu berkenaan dengan hal yang menyenangkan sebab penyampaian resah bisa dikatakan baik jika disampaikan dengan cara yang tepat. Dalam puisinya, Afreen (7 tahun) menyampaikan keresahannya dengan judul yang sama, “Sekolahku”,
Kadang-kadang Aku berpikir Kenapa sih anak anak di sekolahku suka milih temen sama suka marah marah
Sebenarnya aku gak suka anak sombong.

Dengan memberi tema “Sekolahku” dalam tugas membuat puisi, akan diketahui tentang apa sebenarnya yang anak pikirkan, yang mereka resahkan, ataupun yang mereka inginkan.

Saat lemparan tema ini diterima oleh anak maka yang dikeluarkan mereka dalam tulisan semacam yang tertulis di atas merupakan fokus seorang anak dalam melihat Sekolahku berdasarkan cara pandang masing-masing. Melalui pengungkapan seperti ini, selain mampu mewadahi ekspresi anak juga dapat dijadikan sebagai wadah pengembangan kemampuan serta kreativitas anak. Jika yang dimasukkan adalah dongeng lantas yang keluar adalah puisi tidaklah menjadi soal.

Anak tidak harus juga membuat dongeng seperti yang dikonsumsinya sebab mereka bisa mengolah apa yang didapat dengan apa yang dimiliki menjadi sesuatu yang hakikatnya merupakan ekspresi ide. Yang menjadi penting di sini adalah bahwa komunikasi antara orangtua dan anak berjalan. Jika orangtua berbicara dengan dongeng, lantas anak menyahutnya dengan puisi itu sah-sah saja.

Kita Butuh Dongeng
Dongeng setidaknya mampu mendukung proses menuju tujuan mulia pendidikan Indonesia sebab media pembelajaran ini mampu melatih kita untuk menjadi lebih peka pada kehidupan. Semoga pendidikan Indonesia akan segera selesai dari penjelmaan kakunya dan kembali pada bentuk yang seharusnya, yang cair.

Senin, 16 Juli 2012

Pagi Menganga

Namanya Pagi. Sejak semalam, ia tak kunjung tidur sebab ada yang mengganjal dalam jiwanya. Ia sudah tak mampu lagi berbicara, bahkan mengeja. Mulutnya telah tercabik panas kemarin sore. Panasnya terlalu panas hingga ia tak lagi bisa mengecap. Lidahnya telah melepuh tergores saat panas itu datang. Jika ditanya sudah makan atau belum, ia menulis di selembar kertas, Aku telah kenyang dengan panas itu. Kala malam tiba, panas itu pun tak henyak dari mulutnya. Panas itu masih betah menetap di balik gigi-giginya hingga jika mulut Pagi tertutup maka mulutnya serasa hampir meledak. Terpaksa ia terus membuka mulutnya meski tak dapat berkata. # Sastra namanya. Ia teman Pagi. Ke mana-mana mereka selalu berdua. Tak pernah sekali pun aku lihat mereka berdua tak bersama. Aku tidak mengenal mereka berdua, tapi aku telah sering melihatnya. Yang terjadi antara aku dan mereka hanyalah sekadar sapa-sapa senyum. Ia tinggal di ujung blok perumahan dekat gerbang utama. Pertama aku tahu mereka, bukan mengenal, saat mereka jalan berdua di taman kota. Setiap kali kemalaman dari pulang kerja di akhir pekan kedua, aku melihat mereka duduk berdua di bangku panjang taman kota. Entah apa yang mereka lakukan. Aku hanya tahu, tak mengenal mereka. # Di suatu malam saat pulang kerja, tak sengaja aku seangkot dengan Sastra. Bukan berniat menguping, tapi Sastra berbicara dengan kadar yang bisa didengar oleh seluruh penumpang angkot kali ini. "Kamu sudah di sana?" Hening. "Mungkin lima belas menit lagi aku sampai." Hening. Telepon genggam itu ditutupnya. Sebab aku tak mengenal Sastra, aku hanya sapa-sapa senyum saja dengan dia. Itupun sekali dua kali saja selama di angkot hingga ia minta turun pada sopir angkot saat tiba di taman kota. # Tak sengaja aku telah menghitungnya, tak pernah kujumpai mereka yang sedang berdua di taman kota saat pekan kedua. Ini sudah yang kedua kalinya. Ini bukan urusanku, tapi aku telah tahu. # "Sepulang kantor tadi, aku melihat seorang bapak tua yang menjual cerita di pinggir jalan tentang rasa" "Dengan angka limaratus, Pak Tua telah sepakat memberikan cerita itu padaku dan berjanji tak akan memberikannya pada siapapun sebab ia telah menjualnya padaku." "Bagaimana dengan Pak Tua itu sekarang?" "Pak Tua itu langsung pergi dengan gerobaknya sebab cerita yang dijualnya padaku itu adalah jualan terakhirnya." "Boleh aku membuka bungkusan cerita itu?" "Boleh saja." Sastra menyodorkan bungkusan itu pada Pagi yang sedari tadi penasaran dengan isinya. Pagi tak langsung membuka meski ia begitu penasaran pada bungkusan itu. Ia lebih memilih untuk berbincang dengan Sastra sebab ini sudah hampir tengah malam yang artinya mereka berdua sudah harus pulang sebentar lagi. # 15.15 Diambilnya cangkir yang tergantung di rak putih itu dan ditaruhnya satu kantong teh beraroma bunga. Ia memencet tombol merah sehingga keluarlah air panas dari mulut dispenser dekat meja kerjanya. Sengaja tidak ia tuangkan gula. Ditemani teh beraroma bunga, Pagi mengambil bungkusan Sastra yang diberikannya semalam. Lambat-lambat ia mengeja isi bungkusan itu. Tak ada suara ataupun kata yang keluar sejak matanya menyapu kata pertama. Ia mengeja persis seperti waktu kecil bertemu dengan kata. Diperhatikannya dengan sebaik-baiknya. Tak ada jeda pandang pada selain kertas di depannya.Selama ini tak pernah sekalipun Pagi tak menggubris saat, Siti, bibi di rumahnya memintanya untuk me-SMS suaminya bahwa Siti harus pulang terlambat sebab cucian di rumah Neng masih banyak yang belum digosok. Sudah lima kali Siti menepuk pundak Pagi, namun ia tak bergerak. Kepalanya tertunduk, tampak ia sedang mengeja kertas di depannya. Siti nampak semakin takut dan bingung sebab Pagi tak juga menyahut bicaranya. Siti sudah tak lagi memikirkan tentang kepulangannya yang terlambat. Ia berkata, "Neng ini kenapa?". Siti semakin terkaget saat Pagi menoleh ke arahnya. Dilihatnya mata dan mulut Pagi yang berkobaran. Persis api, tapi bukan api. Tak berasap. Sejak sore itu, Pagi menganga. Depok, 12 Juli 2012

Jumat, 06 April 2012

Catatan 6 April 2012

“Jadinya aku berangkat jam berapa malem ini, Kak?”
“Jam 7 lebih. Habis maghrib udah harus di stasiun.”
“Kelas?”
“Bisnis.”
“Haa, bisnis? Eeeng. Emang eksekutif berapa?”
“Bukan masalah uangnya, Nil.”

Nyampe di stasiun.
“Bisa tuker tiket kan?”
“Nggak mau. Aku nggak mau nukerin tiketnya. Dan tiket ini nggak boleh dituker. Aku pegang aja.”
“Dih, nyebelin. Kan panas di kereta bisnis, nggak ada AC-nya.”
“Ada kipasnya. Nggak ada tuker tiket. Titik.”

Dia menggenggam tiket. Aku tak bisa mengambilnya untuk ditukarkan. Kereta datang. Aku diantar ke dalam gerbong. Duduk di pinggir jendela . Dia pulang. Malam ini aku berangkat dari Cepu untuk belajar esok hari di Jakarta.

Jika bisa memilih, aku tidak akan memilih kereta untuk perjalanan ini. Aku benci kereta. Bagaimana tidak? Pernah suatu kali saat SD, tepat di Pekalongan, aku berada di dalam gerbong dan seluruh kaca kereta yang sedang berjalan itu dilempari batu oleh Bonek.

Keterpaksaan ini bukan tanpa alasan. Aku tak bisa berangkat siang dengan bus untuk kembali ke Jakarta. Ada hal yang harus diselesaikan. Masalah ijazahku yang memakai foto ijazah berjilbab di sana. Selesailah urusan itu dengan akhir aku membuat surat pernyataan bermeterai. Ini konyol.

#
“Kamu nggak boleh takut apapun kalo kamu benar. Mau kepala sekolah, Kek. Guru, Kek. Temen, Kek. Jangan mau diatur-atur mereka! Kalo ada yang salah, bilang aja salah. Pokoknya kalo benar, nggak usah takut.” Jelas aku masih ingat dia menyampaikannya di jalanan kecil antara kamar kulon dan jalan menuju pawon, tepat dekat lemari. Kita berdua duduk di sana, siang hari.

Pembicaraan itu dimulai dengan pertanyaan-pertanyaan seputar OSIS. Aku ceritakan seadanya organisasi di sekolahku itu. Dia berpesan untuk tidak tidur siang sepulang sekolah sebab akan repot menyesuaikan jam biologis jika nanti aku menjadi aktivis di kampus saat berkuliah nanti. Lalu, kamu melanjutkan dengan istilah sosialisme, nasionalisme, dan kawan-kawannya. Krik krik krik. Tau kamu? Aku nggak begitu paham saat itu, Kapten!

#
Senin pagi menjadi hari yang selalu menyenangkan saat aku kelas 2 SMA. Aku tidak menyapu rumah dan halaman depan. Bukan aku tak mau mengerjakannya, melainkan sudah ada yang membereskan semua itu. Dan dipastikan aku tidak telat tiba di sekolah karena diantar, sedangkan biasanya aku harus berdesakan dengan teman-teman di batas pintu angkutan. Kakakku pertama selalu berada di rumah setiap Senin pagi. Dia baru akan kembali ke Surabaya siang nanti, tidak ada kelas di Senin pagi. Dia mengerjakan semua itu.

#
Hari ini bukan Senin, tapi tidak terlambat datang ke sekolah. Bukan karena diantar, melainkan karena ini hari libur. Nggak perlu dihitung-hitung usiamu sekarang berapa. Yang jelas kamu paling tua di antara kita berlima. Barakallahu fii umrik, Kak!

Depok, 6 April 2012

Jumat, 02 Maret 2012

Konferensi Mulut

para mulut bersepakat untuk bertemu dalam konferensi mulut
mereka berencana memperbincangkan negeri yang sudah di bibir maut
sebab telah bersepakat, akhirnya mereka benar-benar bertemu dalam konferensi mulut.

mulut-mulut dari kota satu bertemu dengan mulut-mulut kota lain
konferensi mulut kali ini berwarna-warni sekali,
ada mulut dengan bibir bergincu,
ada mulut dengan bibir yang biasa ditenggeri rokok jisamsu,
ada juga bibir yang biasa, tak tersapu rokok, pun gincu.

hampir setiap mulut ingin mengatakan apa yang ada di kepalanya
entah karena ingin menunjukkan intelektual yang akhirnya malah terkesan emosional, mulut-mulut itu tentulah sedang membual.

pertemuan mulut pun menjadi seru, seperti tahun-tahun lalu
mulutnya, mulut mereka, atau mungkin mulut kita juga begitu menikmati konferensi mulut, tak ubahnya masa lalu.

di suatu titik waktu, sebuah mulut berseru, "permasalahan ini tak mungkin bisa kita selesaikan dalam singkat waktu. aku usul untuk kita buat pertemuan yang lebih seru. silakan diluangkan waktu."
"pertemuan macam apa lagi yang akan kita hadiri jika terus-terusan begini dan begitu?"

cekcok mulut-mulut itu tak berkesudahan
hingga mereka bersepakat meluangkan waktu untuk membuat lagi sebuah pertemuan.

setan datang dengan bahak-bahak tawanya
mendatangi para mulut yang telah nanar
dan berbisik serempak pada mulut mereka,
"buatlah yang lebih besar. KMB, terdengar seperti yang dilakukan oleh orang-orang dahulu, bukan? Ya, itu pasti akan seru sekali: Konferensi Mulut Besar."
"ide cemerlang, paduka besar."

Jumat, 12 Agustus 2011

Sang Penandai

Jim, lelaki pemain biola itu tak berani menjemput Nayla yang telah lama menungguinya di balik tembok istana kota. Jim terlalu pengecut untuk membuktikan cintanya. Dia tak mengerti bahwa sesungguhnya cinta adalah kerja-kerja yang penuh dengan pengorbanan. Nayla telah menunjukkan pengorbanannya yang sudah di luar logika. Dia memberontak pada keluarganya dengan meminum racun sebab dia tak sudi berpakaian pengantin jika bukan untuk Jim. Nayla tak mau membersamai lelaki sepanjang sehari jika itu bukan Jim, kekasihnya. Nayla tak mau menikah dengan pria yang tak dicintainya. Titik.


Nayla dan Jim bertemu peratma kali saat Jim memainkan biola di pernikahan Marguiretta. Usai memainkannya, Jim terkesiap melihat gadis itu mendekatinya, dan berkata dalam bahasa asing yang tak ia mengerti. Dia tidak akan mengerti karena bersekolah saja ia tak pernah. Kurang lebih gadis itu berkata padanya, “Mainkan satu lagu lagi untukku.” Tak lama, Jim menggesek biolanya kembali. Memainkan satu lagu lagi untuk Nayla.



Setiap hari mereka bermain di taman kota. Jim memainkan biola untuk Nayla. Dan Nayla bercerita apa saja. Jim mendengarkannya. Begitu terus setiap hari. Mereka menikmati keberduaan itu. Orang-orang di taman kota bahkan sudah biasa melihatnya setiap hari di taman kota.



Kini, Nayla sudah tiada. Jim dengan kepengecutan yang masih lekat lebur dalam jiwanya ingin menyusul kekasih hatinya dengan meminum racun yang kini sudah ada di tangannya. Jim terlalu banyak berpikir. Berpikir terlalu panjang untuk menjemput kekasihnya ke alam sana.



Dunia menunggu kisahmu, Jim. Dunia membutuhkan kisahmu. Dunia tak pantas lagi tercekoki kisah cinta sehidup semati yang dipercayai masyarakat seperti kisah denting jam dinding kota di kapel tua itu. Kisah itu bohong besar.



“Pecinta sejati tak akan pernah menyerah sebelum kematian itu sendiri datang menjemput dirinya.” Begitulah Sang Penandai berkata pada Jim.



Jim harus meneruskan hidupnya, tanpa Nayla di sampingnya. Jim harus terus berjalan tanpa Nayla mengiringinya. Keberangkatan Armada Kota Terapung menjadi wadah Jim untuk meneruskan perjalanannya. Sekali lagi, tanpa Nayla. Kelasi yang Menangis, itulah sebuatan bagi Jim. Sungguh pantas ia disebut demikian. Ia terisak-isak sendiri meratap pada tembok kapal. Menangis tersedu-sedu saat malam hari. Berbulan-bulan. Saat teringat Nayla, itulah yang membuatnya demikian. Mengingat Nayla adalah kepahitan hidup yang harus ia rasai saat ini.



Berbagai peristiwa ia alami dalam ekspedisi yang dilakukan Armada Kota Terapung. Bertarung dengan perompak dan menghadapi badai besar hanyalah sebagian peristiwa yang dialaminya, hingga ia bertemu dengan gadis yang sungguh mirip dengan Nayla, kekasihnya dulu. Tetap, hal yang paling pahit adalah saat teringat Nayla.



Ekspedisi Armada Kota Terapung begitu mengesankan. Berangsur-angsur dalam perjalanan itu kepahitan luka hati Jim membaik. Memang benar, perjalanan panjang membuat kita membaik dalam menghadapi hidup. Hingga tibalah mereka pada daratan yang benar-benar mereka tuju. Sebuah tempat yang indah, tergugus lima pulau di sana dan kaya akan sumber daya alamnya. Di sanalah Jim mengakhiri ceritanya. Ia hampir mati setelah berusaha terseok-seok, berjalan, dan kemudian berlari hingga ke sini. Benar, “Pecinta sejati tak akan pernah menyerah sebelum kematian itu sendiri datang menjemput dirinya.” Dan, kini Nayla berada di sampingnya.



Kau telah memberi satu kisah pada dunia tentang cinta sejati. Bukan seperti kisah bohong di kapel tua itu. Terima kasih, Jim.



Depok, 13 Agustus 2011

usai membaca Kisah Sang Penandai karya Tere Liye

Senin, 25 Juli 2011

Melihat Langsung

Melihat pertunjukan seni secara langsung adalah kenikmatan yang lebih menarik hati jika dibandingkan dengan menontonnya melalui televisi ataupun rekaman sejenisnya. Semenjak berada di fakultas tempat menimba ilmu saat ini, aku semakin tertarik dengan kesenian. Aku menyukai musik, tari, drama, bahkan orasi sendiri adalah seni. Ya, sebutlah orasi sebagai seni jalanan karena selalu terkatakan di jalanan.

Bukankah kau akan lebih tertarik berada di pinggir jalan atau di dalam barisan saat ada orasi daripada hanya menontonnya di rumah dari sekotak televisi? Jika tidak, ya sudah. Itu tidak jadi persoalan. Sama seperti saat aku menonton konser-konser Iwan Fals di televisi. Aku suka dia dan dulu, waktu SMA, aku memiliki mimpi melihat dia bernyanyi langsung. Dan, sebab berita dari temanku, aku tahu engkau akan mengunjungi UI. Lalu, kau berpesan, “Tanam, tanam, tanam. Oi. Siram siram siram.” Untungnya, kubawa payung waktu itu. Jadilah nyanyianmu mengiringi hujan dan mengiriku di bawah payungku.

Sewaktu sekolah, beberapa puisi di buku materi pelajaran Bahasa Indonesia tertera nama-nama pemuisi terkenal, seperti Taufik Ismail, WS Rendra, D Zawawi Imron, Agus R. Sarjono, dan Sapardi Djoko Damono. Juga Hamsad Rangkuti sebagai cerpenis keren. Dan, sesungguhnya mereka dekat dengan kita, di sini, di dalam hati kita yang mencintai seni. Sangat senang mendengarkan wejangan para orang keren itu saat celotehan mereka keluar menuju ujung mikrofon. Membacakan puisi di atas panggung gedung 9 FIB UI.

Om Rendra, waktu itu aku melihat engkau pucat sekali. Saya baru tau kalo Om sudah sakit cukup parah saat itu. Om Rendra, para pengamen itu datang, membela-belakan diri masuk ke gedung 9 untuk menyapamu. Berkenalan denganmu. Mereka tak mau duduk sejajar di kursi di sampingmu. Mereka duduk di bawah samping kanan dan kiri mengerumunimu. Bukankah itu sesuatu yang patut kuiri darimu? Ya, Om Rendra, aku hanya sedikit tahu, mungkin, itu bagian dari cara cermin ikhlasmu.

Pak Taufik, waktu di SMA dulu, guru Bahasa Indonesiaku memajang fotonya yang di sana ada Bapak di sampingnya. Tahukah kau, Bapak? Aku juga ingin. Ingin berbincang denganmu. Menatapmu dari dekat. Mendengar dan melihat langsung Bapak berbicara. Dan, terima kasih, Pak. Engkau sudi mendengarkan puisiku di gedung 4 waktu itu, waktu anak-anak Teater Sastra mengundangmu. Anak Tesas menawariku untuk membacakan puisiku, aku maumau saja, tanpa rasa malu-malu. Itu karena aku ingin mengejamu melalui puisiku. Dan, sungguh, engkau (masih saja) memukau dalam membaca puisi. Aku tahu itu dari hati. Engkau tertawa. Engkau marah. Dan engkau pun menangis. Menangis. Menangis hingga kau pun keluarkan sapu tangan dari saku celanamu. Kami tahu, engkau menagisi negeri ini.

Di hari itu yang berbeda padamu adalah pada cara kau berada di panggung. Di akhir tahun 2007, engkau kuat berdiri dan membaca berlembar-lembar puisimu yang selalu membuat kami kelu, prihatin atas hujaman-hujaman pada negeri ini oleh palu-palu. 19 Mei 2011, malam itu, kau duduk dan membaca lembaran-lembaran puisimu. Kami tahu engkau mulai menjadi senja. Seperti biasa, engkau mengambilnya sendiri dari map yang juga kau bawa sendiri. “The Election Channel!” Gila, itu sungguh sindiran hebat untuk Metro TV dan kami semua tertawa di ruang itu, “Apa mereka pikir pemilu ini diadakan di California? Pake bahasa Inggris segala!

Agus R. Sarjono, aku sangat menyukai puisimu yang berjudul “Memperlihatkan yang Palsu”. Aku tau dari buku kumpulan sajak yang diberikan kakakku saat aku masih di tahun pertama kuliah. Aku membacanya dan aku, bahkan, pernah menghafalnya. Aku bacakan puisi itu pada teman-temanku saat perjalanan ke Sukabumi, saat menuju tempat baksos di pelosok desa itu. Om Agus, semoga kami bisa menjadi murid dan guru tanpa sapaan palsu karena kami tak ingin menjadi yang palsu. Dan, kau membawakan itu di atas panggung gedung 9 dan tentunya aku menyukai itu 

Kitaro. Aku tahu namamu sejak SMA. Saat aku meminjam mp3 dari kakakku. Oke, air, angin, udara. Alam, adalah inspirasi bagimu. Satu hal yang ingin kusampaikan padamu, “Kau rendah hati sekali.” Terlihat bagaimana engkau berjalan, engkau menatap, engkau berbicara, engkau memainkan grand piano itu. Kau memang tak setinggi rektorat UI, Gumilar. Tapi, engkau memiliki jiwa yang luas, seperti luasnya alam yang menginspirasimu. Aku baru tahu bahwa engkau tak bisa membaca not balok. Bukankah itu suatu yang patut kuiri? Ya sudahlah, setidaknya, aku harus menirumu untuk berendah hati. Kau begitu antusias melihat pertunjukan kolintang yang dimainkan oleh sekelompok pemuda di gedung 9 waktu itu. Bahkan, kau mengajaknya untuk rekaman bersama. Bukankah itu sebuah contoh kerendahhatian seorang yang besar? Meski ada yang bilang, musikmu sudah terlalu pasaran, aku masih menikmatinya kok, Kitaro  Rambut panjangmu lucu  Aku memiliki beberapa instrumen yang telah kau buat, tapi aku tak bosan mendengarkan rekaman permainanmu saat di gedung 9 dari mp3ku 

Begitu juga malam ini, Tanjidor, samrah, dan silat Betawi memukaukan Setu Babakan, menyenangkan penonton, dan tentunya menyenangkan hati saya  Sangat senang juga karena Sabtu lalu saya melihat dan mendengar langsung pembacaan Hikayat Saman oleh seorang ibu di rumah Bang Yahya Andi Saputra, di kawasan Cilandak Selatan, Jakarta Selatan.

Karena memang yang pertama dan rekapannya adalah beda. Kesempatan untuk menjadi saksi langsung adalah kesempatan yang sungguh menyenangkan :)

Sabtu, 08 Januari 2011

Laporan Pertanggungjawaban Akhir Tahun 2010 DEPARTEMEN KEILMUAN DAN KAJIAN BUDAYA BEM FIBUI

Oleh Nila Rahma, Kepala Departemen Keilmuan dan Kajian Budaya BEM FIBUI 2010

Pendahuluan
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, sang Khalik, pencipta makhluk teladan, Muhammad SAW. Terima kasih kepada orangtua, Nurrochim dan Tholiatul Farichah yang tak lelah berdoa, menasihati, dan mengajari anaknya ini. Terima kasih kepada saudaraku, Amir Salaf, Ulfah Nur, Salman Akkad, dan Burhanudin yang memberi semangat cinta dalam keluarga; bersyukur memiliki saudara seperti kalian. Terima kasih kepada seluruh keluarga di BEM FIBUI, terutama keluarga Keilmuan dan Kajian Budaya; Zaky, Acha, Ryana alias Nanda, Intan, Winda, Kunti, Vili, Dhisty, Dhana, Raha, Juned, Dian, Nuni, dan Zulfah, serta Ijonk (ketua BEM-ku), para BPH BEM, terutama Peni, Lu’lu, Tika, Ira, Fini, Cici, Nadil, dan kawan-kawan; saya belajar banyak dari kalian. Banyak sekali. Juga terima kasih kepada tetangga sebelah, Bela dan Rere. Juga segenap keluargaku di IKSI, serta berbagai pihak dekanat, terutama Bapak Untung, Ibu Lily, Bapak Bambang Wibawarta, serta Bapak Albert Roring yang banyak memberikan pelajaran bagi saya.

Departemen Keilmuan dan Kajian Budaya BEM FIBUI (selanjutnya disebut KKB) adalah sebuah bentuk wadah kompilasi cita-cita, antara keilmuan dan kajian budaya. Secara resmi, nama departemen ini terakui sejak berdirinya BEM FIBUI 2010. Dimulai dari awal tahun, lalu melewati tengah tahun, dan sekarang menjelang akhir tahun, kami bertingkah dalam kehidupan organisasi, di sini, setidaknya untuk FIBUI.

Visi KKB adalah “Mengkaji dan Mengenalkan” kepada seluruh khalayak kampus. Dari tengah tahun hingga akhir masa jabatan, sebanyak enam (6) program telah dijalankan dengan hasil cukup memuaskan. Sebuah program baru berhasil ditelurkan oleh departemen ini, yakni Sekolah Mahasiswa Berprestasi (SMP). Program yang lain terjumpai kembali seperti Kontingen FIB untuk OIMUI, PekanSeniRupa (PASIR), dan Penerbitan Jurnal Kohesi vol.2. Tak ketinggalan, program berkelanjutan dari tengah tahun pertama, seperti Dinding Budaya dan Diskusi Budaya menunjukkan konsistensinya dengan cukup baik.

Akhir tahun kepengurusan tak jauh lagi dari mata, bahkan lebih dekat dengan jengkalan tangan. Menjadi bagian dari keluarga Kajian Budaya di BEM tahun 2009 memberikan warna tersendiri bagi saya dalam menjalani titah-titah di tahun 2010 ini. Bagaimanapun juga, menjadi bagian tahun lalu menjadi irisan pelajaran yang seringkali menjadi kisahan yang tertuang dan ingin terulang.

Laporan ini dibuat sebagai bahan refleksi bagi Departemen Keilmuan dan Kajian Budaya, sekaligus sebagai pertanggungjawaban akhir tahun untuk DPM FIB UI, juga sebagai potret kisahan yang dapat dinikmati di masa mendatang. Sebuah pelajaran: ide dan realisasi memang harus berjalan beriringan.

Deskripsi Kerja
Departemen Keilmuan dan Kajian Budaya BEM FIBUI memiliki tugas untuk:
1. Mengkaji dan mengenalkan budaya sebagai bentuk yang cair kepada mahasiswa seluas-luasnya
2. Menjadi salah satu wadah mahasiswa dalam kegiatan keilmuan dan pengkajian budaya
3. Menyemarakkan kehidupan kampus dengan aktivitas-aktivitas keilmuan dan pengkajian budaya.
Pelaksanaan Kegiatan

Dalam durasi tengah tahun hingga 26 Desember 2010, Departemen Keilmuan dan Kajian Budaya telah melakukan enam kegiatan yang tercantum dalam RKAT BEM FIBUI 2010 dengan rincian sebagai berikut:

1. Dinding Budaya
Penanggung jawab kegiatan: Dian Masniari (Ilmu Perpustakaan 2009)

Deskripsi Kegiatan: Dinding Budaya diterbitkan sebulan sekali. Terbitannya memuat kliping-kliping berita terkini, baik dari majalah maupun koran yang berkaitan dengan keilmuan dan kajian budaya.

Pra-kegiatan: Dalam kurun waktu sepekan sebelum penempelan artikel maupun gambar foto dalam dinding budaya, anggota KKB diminta untuk mengumpulkannya dari koran maupun majalah yang berkaitan dengan permasalahan keilmuan dan kajian budaya. Namun, pada kenyataannya hanya sedikit yang membawa artikel pada hari H.

Hari-H kegiatan: Dalam setiap kegiatan pemasangan, Dinding Budaya sering dihadapkan pada kurangnya anggota yang hadir. Alasannya bermacam-macam, tugas yang menumpuk, bermain untuk menghilangkan kepenatan kampus, rapat di tempat lain, atau harus pulang ke rumah di akhir pekan. Memang benar bahwa setiap pemasangan Dinding Budaya dapat berhasil hanya dengan segelintir orang, namun kami memahami bahwa situasi ini bukanlah situasi ideal untuk menjalankan kegiatan. Alhamdulillah, periode akhir tahun ini kami berhasil mempublikasi Dinding Budaya sebanyak tiga kali, yaitu Edisi Artikel Bebas, Edisi Merapi, dan Edisi Asep Sambodja. Salah satu hal yang menarik pembaca adalah saat tempelan berinteraksi dengan pembaca, seperti menempelkan TTS. Lucunya, hal ini diminati banyak orang karena terbukti dengan balok-balok yang terisi penuh, kecuali dua deret yang memang sangat sulit terjawab. Terkadang, saat PJ tidak bisa menangani, ada tenaga yang siap membantu dalam pemasangan Dinding Budaya ini, terutam Dhisty.


Pascakegiatan: Dinding budaya didokumentasikan melalui foto sehingga dapat dinikmati di masa mendatang untuk diambil informasi maupun kebermanfaatannya.


2. Diskusi Budaya
Penanggung Jawab: Rahadian Rundjan (Ilmu Sejarah 2009)
Deskripsi Kegiatan: Diskusi budaya merupakan forum tukar pikiran tentang topik menarik. Dalam durasi tengah tahun akhir ini, ada dua tema, yaitu berkaitan dengan hari Pemuda yang diperingati pada 28 Oktober 2010 dan diskusi buku puisi Asep sambodja.

Prakegiatan: Seperti kegiatan pada umumnya, kegiatan diawali dengan persiapan fasilitas, maupun pembicara yang akan dihadirkan. Kepanitiaan ini tidak memerlukan banyak panitia, namun hasil yang dicapai cukup baik. Acara terselenggara atas kerja sama antara kami dengan beberapa himpunan mahasiswa program studi di FIBUI.

Hari H:
- Diskusi Budaya bertema “Yang Muda, Yang Dipangkas” yang berkisah sejarah tentang pemuda gondrong di masa orde baru ini berkerja sama dengan Studi Klub Sejarah FIBUI dan dilaksanakan di Ruang 1102 pada Kamis, 28 Oktober 2010. Dikunjungi dan menjadi forum perbincangan menarik karena juga menghadirkan pembicara yang juga sekaligus penulis buku Dilarang Gondrong, Aria Wiratma Yudhistira. Kegiatan ini dikawal dengan baik oleh penanggung jawab, mulai dari awal hingga akhir.
- Diskusi kumpulan puisi Berhala Obama dan Sepatu buat Bush karya Almarhum Asep Sambodja sukses dilaksanakan di ruang ruang 4101 FIBUI pada 24 November 2010 atas kerja sama dengan Ikatan Keluarga Sastra Indonesia FIBUI. Diskusi ini berawal dari permintaan Mas Asep pada akhir Oktober, berakhir dengan tanggapan sangat positif dari berbagai kalangan, mahasiswa, dosen, media, maupun kawan-kawan Mas Asep meskipun tak hadir bersua utuk bertatap mata. Kegiatan kali ini kurang mendapat perhatian yang cukup baik dari penanggung jawab karena adanya kesibukan di tempat lain.

Pascakegiatan: sebagai bentuk ideal dari sebuah bentuk diskusi, dokumentasi berupa tulisan sebagai rangkuman untuk bisa dinikmati di hari ini ataupun masa mendatang mutlak dibutuhkan. Hal ini terjawab dengan adanya buku yang berkaitan dengan keduanya, Dilarang Gondrong dan Berhala Obama dan Sepatu buat Bush.

3. Kontingen FIB untuk OIM UI
Penanggung jawab kegiatan: Zakiyah Nurunnisa (Sastra Korea 2009)
Deskripsi Kegiatan: Kegiatan ini merupakan terusan dari OIM FIBUI. Para juara OIM FIBUI “diantarkan” ke OIM UI. BEM FIBUI sebagai penghantar bertugas mendampingi dengan rupa fasilitasi dan motivasi.

Prakegiatan: Zaki bersama dengan tim melakukan persiapan berupa pembentukan panitia dan merancang program fasilitasi.

Hari H:
Kegiatan ini memiliki rangkaian yang cukup panjang, dimulai dari pertengahan Agustus hingga pertengahan Oktober. Ada berbagai acara, seperti OIM Net, yaitu pertemuan yang diadakan oleh panitia OIM UI dengan panitia kontingen, kemudian ada parade. dalam pertemuan OIM Net, Zaki sebagai PJ cukup baik melaksanankan tugasnya, namun kurang baik dalam memanajemen tim. Mungkin, karena masih tergolong anak baru (2009). Parade tahun ini kurang diikuti dengan baik karena kekurangan SDM; banyak panitia, kontingen, dan mahasiswa lain yang mengikuti kuliah di waktu yang sama. Ini dapat menjadi rekomendasi untuk panitia OIM UI agar melaksanakan parade di sore hari.
Sebelum bertanding di tingkat UI, panitia mengadakan pembekalan penulisan ilmiah yang diisi oleh Dr. Ali Akbar sebagai pembicara yang menjelaskan berbagai hal berkaitan penulisan ilmiah. Acara puncak berupa pertandingan seluruh kontingen berbagai fakultas di UI diikuti oleh para kontingen dari FIBUI dengan baik, namun ada kategori yang tidak memiliki perwakilan dari FIB, seperti PKM Kewirausahaan dan PKM Pengabdian Masyarakat. Sayang sekali dan mohon maaf, pada tahun ini kami tidak membawa pulang medali. Terkait dengan keuangan dari dekanat, kami menemui kesulitan, yakni kita tidak mendapatkan dana kemahasiswaan dari pihak dekanat sehingga cukup menghambat perjalanannya, termasuk dalam bentuk apresiasi terhadap para kontingen.

Pascakegiatan: Kegiatan kontingen untuk OIM UI merupakan kegiatan tingkat UI yang membawa nama fakultas kiat tercinta ini, FIBUI. Namun, kurang adanya apresiasi yang cukup baik dari berbagai kalangan membuat para kontingen kurang merasa diperhatikan, meskipun panitia sudah berusaha semaksimal mungkin melakukan yang terbaik.

4. Pekan Seni Rupa (Pasir)
Penanggung Jawab kegiatan: Ryana Andari (Sastra Inggris 2009)
Deskripsi kerja: PASIR FIBUI tahun 2010 merupakan edisi kedua sebagai penerus acara tunasnya di tahun 2009. Mengangkat rupa sebagai fokus menjadikan kami fokus kami terhadap semua rupa-rupa, rupa 2 dimensi, rupa 3 dimensi, maupun jalan menuju rupa.

Pra kegiatan: Sebenarnya, PASIR 2010 seharusnya diadakan pada akhir Maret 2010. Namun, karena berbagai hal, acara ini diundur pelaksanaannya menjadi perttengahan Desember. Dana dari dekanat yang tidak bisa cair akibat dari keterlambatan pelaksanaannya menjadi salah satu hambatan yang cukup berarti sebagai sebuah persiapan perhelatan akbar. Keterlambatan perwujudan acara ini menjadi sorotan tersendiri dari beberapa pihak, namun pada akhirnya panitia membuktikan kompensasi dari semua itu: membuat acara ini lebih terasa dan bermakna. Ryana sebagai Ketua Pelaksana cukup baik memanajemen tim dan emosi diri sendiri, maupun rekan dalam timnya sehingga terasa tali lekatan yang cukup baik di antara mereka hingga akhir acara.

Hari H: ”Melukis berantai adalah sebuah upaya untuk memunculkan kembali semangat berkreasi, semangat menggambar, yang hampir pasti pernah memenuhi hari-hari semua orang. Kain putih putih ini dibentangkan, diisi oleh berbagai macam gambar dari berbagai macam orang dengan maksud dan cara yang tentu tidak sama. Ada beda dari goresan gambar yang tidak bisa diungkapkan lewat kata bahasa. All for draw, draw for all.” (Ghamal Satya Mohammad, Kadep Kajian Budaya BEM FIBUI 2010)

Begitulah sekelumit kata yang digunakan untuk menghantarkan segmen Melukis Berantai program Pekan Seni Rupa (PASIR) pada 15 Desember 2010. Kegiatan ini bertujuan untuk mengapresiasikan seni rupa dalam kehidupan kampus. Rangkain kegiatan PASIR dipresentasi selama tiga hari, 15—17 Desember 2010. Berkawasan di titik-titik areal lingkungan FIBUI menjadikan FIB sungguh cantik dan menarik di ketiga hari tersebut. Tiga hari di FIB seperti berada di galeri, galeri dalam alam kampus. Pameran seni rupa di selasar gedung IV, selasar gedung VIII, stand komunitas seni dari IKJ, UNJ, MKI (Masyarakat Komik Indonesia), dll di areal parkir gedung IX, serta galeri milik Wedha bertengger cantik melirik pada teater daun selama tiga hari.

Melukis Berantai dan penampilan 10 band menyapa sebagai pengantar menjelang hari kedua. Talkshow Cur”art”orial dengan menghadirkan Tommy Awuy, WS Nurjoko, Indra Ameng, dan Andi Rharharha menjadi sajian utama hari kedua PASIR. Pengunjung pun semakin berdatangan dan menyiratkan ketertarikan. Hari ketiga menyuguhkan puncak rupa dalam bentuk pemutaran film Pollock dan dilanjutkan dengan Workshop “How to be An illustrator” dengan menghadirkan Wedha Abdul Rasyid dan Gusur, sedangkan Hilman dan Boim yang seharusnya mengetengahkan diri berhalangan hadir. Sebagai penutupan, band Filosofi 4 Negara, Zeke Khaseli, dan White Shoes and The Couples Company semakin memeriahkan acara ini. Ditutup dengan kegembiraan menjadikan semangat tak berkarat kami makin melekat tanpa sekat.

Pasca kegiatan: Perhelatan akbar PASIR 2010 menjadi salah satu kenangan tersendiri bagi para warga FIB. Ini terbukti dengan obrolan saya dengan beberapa warga FIB terkait PASIR. Namun di balik itu, ada satu hal yang belum terselesaikan hingga LPJ ini dibuat, yaitu hal ihwal pendanaan yang belum tertuntaskan.

5. Sekolah Mahasiswa Berprestasi (SMP)
Penanggung jawab: Nuni Ratqan Amani (Sastra Arab 2008)
Deskripsi kerja: Sekolah mapres tercetus sebagai program fasilitasi mahasiswa FIBUI yang mempersiapkan dirinya untuk mengikuti acara Pemilihan Mahasiswa Berprestasi Utama di tingkat fakultas yang akan berlanjut pada tingkat universitas, maupun nasional. Sebagai sebuah rangkaian, SMP bagaikan lokomotif dengan gerbong-gerbong di belakangnya bisa terbilang cukup sempurna. Dihadirkan di sini kegiatan berupa Training Motivasi, Training CV, Training Penulisan Makalah, serta presentasi dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.

Pra kegiatan: Acara perdana BEM FIBUI ini menjadikan Nuni sebagai ketua pelaksananya tak segan-segan bertanya kepada pihak-pihak yang berpengalaman di fakultas lain, seperti Panggah yang merupakan ketua pelaksana kegiatan serupa di FEUI. Di samping itu, dia juga pandai dalam memanajemen panitia. Sebagai sebuah awalan, dia menunjukkan performa yang memukau.

Hari H: Kegiatan SMP dilaksanakan sebagai sebuah rangkaian selama empat hari tidak berturuyat-turut, yakni pada 8 dan 9 Oktober serta 22 dan 23 Oktober. Training Motivasi, Training CV, Training Penulisan Makalah, serta presentasi dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris menjadi rupa-rupa sajian dalam rangkaian kegiatan ini. Antusiasme 35 orang yang mendaftar dengan cara mengirim esai menunjukkan sebuah ketertarikan warga FIBUI terhadap kegiatan ini. Benar memang, tidak semua orang mampu bertahan dalam setiap keadaan samapai di penghujung waktu penentuan. Begitu pula dengan peserta dalam program ini. Di akhir-akhir,hanya tersisa belasan orang. Akan lebih baik jika peserta menandatangani surat perjanjian bermeterai sehingga dapat dijadikan dasar ikatan hubungan guna kebaikan berbagai pihak. Dari segi pembicara, panitia telah menghadirkan orang-orang cakap pada bidangnya, seperti dosen bahasa Inggris dalam pelatihan bahasa Inggris, Ibnu Wahyudi sebagai penilai dalam presentasi makalah, Ilman Akbar dalam penyampaian materi training CV, serta dihadirkan beberapa mapres FIB, seperti Angga Prasetyawan, Katharina Mellyna, dan Alfi Syahriyani.

Pascakegiatan: Terkait pembuatan LPJ, SMP dapat dikatakan cukup cepat dalam pemrosesannya, Tidak ada kendala berarti pascakegiatan, termasuk pencairan dana dari dekanat. Meskipun defisit, ini tidak menjadi hal sulit bagi panitia. Memang, pengorbanan lebih terasa jika ada yang dikorbankan, materi, tenaga, perasaan, dan yang tak terkatakan.

6. Jurnal kohesi vol.2
Pemimpin Redaksi: Michael Agustinus
Penanggung Jawab Bedah Jurnal: Melia Rahmawati
Deskripsi kegiatan: Jurnal Kohesi vol 2 “Membangun Peradaban indonesia” merupakan terusan dari terbitan ilmiah Jurnal Kohesi vol 1 tahun 2009. Di dalamnya terupa buah piker mahasiswa strata satu di kalangan universitas Indonesia, maupun luar UI. Kegiatan ini terbagi menjadi dua agenda, yaitu pembuatan Jurnal Kohesi dan Bedah Jurnal yang juda sebagai media peluncurannya.

Prakegiatan:
Semula, penanggung jawab agenda bedah jurnal adalah Ainan Indallah, sedangkan selaku pemimpin redaksinya adalah Rr Ratri Arudhisty Damar Intan. Namun, karena berbagai hal, keduanya mengundurkan diri dengan alasan yang akhirnya harus kami terima. Akhirnya, ada pihak yang akhirnya bersedia membantu menuntaskannya. Terima kasih kepada Miki yang bersedia menjadi pemimpin redaksi dan Melia alias Kunthi yang bersedia menggantikan Acha sebagai penanggung jawab bedah jurnal.

Hari H:
Dalam pelaksanaannya, redaksi cukup mudah melakukan penjaringan tulisan. Penjaringan tulisan lebih difokuskan pada permintaan personal dari redaksi kepada calon contributor. Akhirnya, didapatkan sekitar sepuluh lebih contributor. Melalui tahap seleksi, terjaring tujuh tulsian yang keenamnya merupakan buah pikir dari mahasiswa FIBUI, yaitu Alfi Syahriyani, Agung Dwi Ertato, Eries Septiani, Amri Mahbub Al Fathon, Michael Agustinus, dan Nila Rahma. Kontributor satu lagi dari seorang mahasiswa baru FMIPAUI 2010, yaitu Akbar Priyono. Dewan redaksi yang terdiri dari redaktur pelaksana, redaktur artistik, redaktur penerbitan, dan editor yang dipimpin oleh Miki sebagai pemimpin redaksi berjalan dengan cukup baik dan tidak menemui kendala yang cukup berarti. Keseluruhan aspek berjalan dengan baik. Saat bedah jurnal, telah tercetak sepuluh sampel jurnal Kohesi volume 2 sebagai representasi dari jurnal yang akan dicetak secara missal dalam waktu dekat ini.

Sebagai sebuah pasangan kegiatan, Bedah Jurnal mewujud sebagai penyempurna rangkaian peluncuran jurnal Kohesi volume 2 “Membangun Peradaban Indonesia”. Menghadirkan dua penelur pikir yang termuat dalam Kohesi kali ini, Agung Dwi Ertato dan Alfi syahriyani hadir mencurah berbagi kepada para peserta yang hadir. Dilengkapi dengan kehadiran Dr. Ali Akbar yang bertitel sebagai peneliti muda terbaik versi UI tahun 2010 sebagai pembedah jurnal, terutama atas kedua penulis tersebut menjadikan suasana forum semakin menarik. Sedangkan Jurnal Kohesi volume 2 diluncurkan oleh penasihat redaksi, Dr. untung Yuwono di awal acara, sebnelum pembedahan. Terkait dengan jumlah pengunjung, mereka banyak datang saat menyaksikan huburan tari Betawi oleh empat bocah manis. Suguhan cantik dan menarik membuat pengunjung terkesima.

Pascakegiatan: Usai berlangsungnya acara ini, masih menyisakan tanggungan berupa pencetakan jurnal kohesi vol 2 secara massal. Nantinya, kami akan mendistribusikan ke berbagai pihak yang pantas dan butuh menerima potret buah pikir para pemuda bangsa.

Evaluasi dan Penilaian SDM Departemen Keilmuan dan Kajian Budaya
1. Andi J Satya Wicaksana
Sebagai deputi, Juned berperan cukup bagus di awal kepengurusan, namun tidak saat di akhir. Hal ini disebabkan adanya ketidakseimbangan antara pembagian perannya sendiri sebagai keluarga KKB dengan perannya di tempat lain, yakni sebagai ketua Pelaksana PSAF dan Mabim FIBUI tahun ini. Semasa pascakegiatan PSAF pun tidak terlihat perubahan peran yang cukup berarti dari yang bersangkutan. Anyway, tetep semangat ya, Jun!

2. Ainan Indallah
Mulanya, berperan sebagai penanggung jawab bedah jurnal Kohesi. Namun, karena seiring kesibukan di tempat lain, yakni sebagai BPH di Hwarang (HMJ Korea) menjadikannya kurang berbagi waktu maupun perhatian kepada departemen ini, termasuk pengunduran dirinya dari pemegang amanah PJ Bedah Jurnal Kohesi. Kepedulian Acha masih dapat sedikit dilihat dengan kehadirannya dalam acara tersebut, tetntunya dengan bantuan yang ia berikan, seperti sebagai notulis.

3. Zakiyah Nurunnisa
Gadis cilik ini memiliki perhatian yang cukup besar terhadap berbagai kesibukan keluarga KKb lainnya. Dapat dikatakan, dia hampir ada di seluruh kepanitiaan KKB. Zaky memiliki komitmen yang cukup tinggi meskipun memiliki berbagai kesibukan di tempat lain.

4. Ryana Andari
Awal mula, Nanda (panggilan akrabnya) kurang terlihat hadir dalam pertemuan-pertemuan keluarga KKb. Namun, ia mulai memperlihatkan permainan cantiknya saat menginduki panitia PASIR 2010. Akhir tahun ini menunjukkan Nanda sebagai pribadi yang cukup berkomitmen atas amanahnya.

5. Dyah Intan Perdana Sari
Menjabat juga sebagai bendahara, serta turut membantu berbagai kegiatan keluarga KKB, dari awal hingga menjelang akhir ini, Intan cukup baik melaksanakan amanahnya. Meski terkadang harus berbagi perhatian dengan urusan kuliah ataupun jurusan, ia mampu menunjukkan bahwa ia memiliki kepedulian dan ketanggapan yang cepat.

6. Wardatul Hikmah
Bermula sebagai penanggung jawab sebuah forum riset sebagai salah satu kegiatan KKB hingga akhirnya ia menjadi ketua HMJ Jepang menunjukkan bahwa Winda memiliki potensi yang cukup bagus. Namun, amanah utamanya sebagai penanggung jawab forum tersebut tidak tertuntaskan dengan baik karena berbagai hal, seperti ketiadaan perhatian “lagi” karena harus berbagi dengan yang lain.

7. Nuni Ratqan Amani
Nuni memiliki potensi, kecakapan, dan kecekatan yang kuat dalam melakukan setiap tindakan. Dari semula hingga menjelang akhir, ia memiliki performa yang tidak mengecewakan.

8. Rahadian Rundjan
Lelaki penuh potensi dengan keilmuan yang tinggi ini memiliki banyak ide untuk diskusi. Pantas, dia dijadikan sebagai penanggung jawab diskusi. Sebagai pemain, raha memiliki potensi yang dapat diandalkan. Namun, sayangnya, dalam kurun dua bulan terakhir ini Raha memiliki kesibukan di tempat lain sehingga fokusnya terbagi.

9. Vilianty Rizki Utami
Dari awal hingga akhir, Vili memiliki performa yang cukup stabil. Hampir ada dia dalam setiap kegiatan KKB. Kecakapannya dalam melakukan setiap tindakan meski terpisah ruang membuat panitia di sekitar mengakui profesionalitasnya sebagai pemegang amanah yang terpercaya.

10. Melia Rahmawati
Selain aktif di BEM FIBUI, ia juga aktif juga dalam kegiatan jurusan. Dalam KKB, ia berperan aktif dalam dua kegiatan besar, yaitu OIM FIBUI dan Jurnal Kohesi. Perannya sebagai penanggung jawab Pekan Budaya Indonesia (PADI) teralihkan hingga ia memutuskan untuk memasukkan esensi dari program tersebut dalam rupa Tari Betawi pada Bedah Jurnal Kohesi vol 2. Secara keseluruhan, Kunthi memiliki komitmen yang cukup baik selama setahun ini.

11. Rr. Ratri Arudhisty Damar Intan
Dhisty memiliki potensi dan kecakapan yang tinggi dalam setiap kegiatan KKB. Namun, di akhir tahun ini, perhatiannya cukup tersita pada kesibukannya yang lain, yakni menjadi Ketua UKM Pramuka UI sehingga berefek pada pengunduran dirinya dari amanah sebagai pemimpin redaksi Jurnal Kohesi volume 2.

12. Dian Masniari
Sebagai anggota keluarga KKB, Dian cukup aktif membantu berbagai kegiatan yang diselenggarakan oleh departemen KKB sendiri ataupun yang lain. Komitmennya cukup baik dari awal hingga akhir.

13. Mardahan Ksatrya
Dhana memiliki perhatian dan tenaga yang cukup diandalkan dalam berbagai kegiatahn KKB. Awalan waktu kepengurusan BEM FIBUi, secara total, dai selalu ada untuk KKB. Namun, saat ia menjadi Ketua Pelaksana Baksos, ia menjadi cukup “labil”, namun ia kembali berperan aktif dalam kegiatan di akhir kepengurusan. Secara keseluruhan, Dhana memiliki potensi yang dapat dikembangkan.

14. Awalina Zulfah
Zulfah memiliki komitmen dan potensi yang cukup bagus, namun memang perlu pendampingan. Sejak awal hingga akhir, perannya cukup dirasakan dalam berbagai kegiatan keluarga KKB.

Saran dan Rekomendasi
BEM FIB UI secara keseluruhan harus lebih kompak. Demikian juga halnya dalam setiap kegiatan internal. Ingatlah bahwa kita bukan BEM yang terfragmen-fragmen, melainkan BEM yang satu, tanpa jeda. Tak perlu terlalu banyak program karena hanya akan membuat terpencar, menurunkan kepedulian terhadap sekitar, dan memuncakkaan keegoan. Lebih baik sedikit, tapi bermakna bagi semua karena kita keluarga yang seharusnya memang harus selalu bersama.


Penutup

Besar harapan kami agar wadah keilmuan dan kajian budaya dalam BEM FIB UI dapat terus ada dan ditingkatkan kinerjanya. Departemen keilmuan dan Kajian Budaya 2010 telah menutup tahun dengan rangkaian kegiatan yang cair dalam rupa cantik dan menggelitik. Kami dapat bangga untuk mengatakan bahwa kepengurusan departemen ini haruslah lebih baik dari kami yang sudah baik. Sekadar saran: akan lebih baik jika ke depannya dibuat dua bidang yang berbeda, yaitu Departemen Keilmuan & Departemen Seni dan Kajian Budaya, sedangkan Departemen Seni dan Olahraga yang ada saat ini menjadi Departemen Olahraga. Demikianlah.