Oleh Nila Rahma, Program Studi Indonesia FIB UI
Menjadi mahasiswa berprestasi tak dipungkiri menjadi harapan setiap mahasiswa di mana pun. Berprestasi itu bisa macam-macam, misalnya berprestasi dalam bidang akademik, olahraga, seni, jurnalistik, ataupun yang lain. Seleksi Mahasiswa Berprestasi yang rutin diadakan di tingkat fakultas, lantas universitas, dan berlanjut ke tingkat nasional setiap tahunnya ini hanyalah secuil wadah tempaan bagi mahasiswa jenjang strata satu untuk membuktikan kecakapan dalam bidang akademik, kokurikuler, maupun ekstrakurikuler. Jadi, bukan berarti bahwa yang tak ikut ajang ini adalah orang yang tak berprestasi.
Seleksi Mahasiswa Berprestasi (yang dimaksud dalam tulisan ini) lebih akrab dikenal dengan sebutan Seleksi Mapres. “Budaya Bahari sebagai Potensi Pengembang Keunggulan Bangsa” adalah tema yang diangkat pada tahun 2010. Untuk Seleksi Mapres, diberikan syarat yang cukup mudah untuk dipenuhi, yaitu berkewarganegaraan Indonesia, memiliki IPK lebih dari sama dengan 3,00, mampu berbahasa Inggris, dan memiliki poin kegiatan kokurikuler serta ekstrakurikuler minimal sejumlah 50 poin, serta membuat makalah sesuai dengan tema.
Ketentuan mengenai poin kegiatan tertera dalam Formulir Penilaian Kegiatan Kokurikuler dan Ekstrakurikuler. Sebagai contoh adalah saya. Saat ini saya diamanahi sebagai Kepala Departemen Keilmuan dan Kajian Budaya BEM FIB UI sehingga saya memperoleh empat poin. Usai diakumulasikan, saya memperoleh 200 poin lebih. Kesulitan dalam urusan poin-poinan ini adalah kelengkapan bukti. Jadi, jika memang berniat mengikuti ajang ini maka siapkanlah jauh-jauh hari.
Fakultas kita, FIB, memilki alur penyeleksian yang cukup panjang, yakni Babak Penyisihan (pencarian 12 besar), Babak Semifinal (pencarian 6 besar), dan Babak Final (penentuan para juara 1 sampai 6). Biasanya, peserta babak penyisihan diajukan oleh program studi masing-masing. Namun, hal ini berbeda dengan saya. Saya mengajukan diri (haha, kepedean critanya :)). Meski tak diminta, jika memang berniat sangat, ajukan diri saja! Gampang kan?
Kata Mark Twain, “Twenty years from now, you will be more disappointed by the things that you didn’t do than by the ones you did do. So, throw off the bowlines, sail away from the safe harbor. Catch the trade winds in your sails. Explore. Dream. Discover.” Maksudnya, mending nyoba meski kudu berjuang keras daripada nggak nyoba trus ntar nyesel.
Pada Babak Penyisihan, ada tiga kelas yang harus ditempuh, yakni kelas makalah bahasa Indonesia, kelas bahasa Inggris, dan kelas Prestatif (mengenai CV). Entah mengapa, saya nggak nervous sama sekali saat itu. Namun, sore harinya, saya terkaget-kaget saat nama saya disebutkan sebagai salah satu peserta lolos ke Babak Semifinal. Ini berarti bahwa ada ujian selanjutnya. Oke, dijalani saja.
Hal yang paling menarik dalam Seleksi Mapres di FIB, pun tidak dilakukan oleh fakultas-fakultas lain di UI, adalah penelitian lapangan. Tahun ini, penelitian lapangan dilakukan selama empat hari, 4—7 Maret 2010 di Indramayu, Jawa Barat. Penelitian yang saya lakukan tepatnya berlokasi di Sentra Industri Andalan Kerupuk Desa Kenanga Blok Dukuh, Kecamatan Sindang. Banyak pelajaran yang dapat dipetik dari sana. Terkadang, data lapangan tak sesuai dengan ekspektasi sehingga terjadi “kebingungan akut”. Jika terjadi seperti ini, lebih baik meminta pertimbangan para dosen pembimbing dan teman-teman.
Para semifinalis diharuskan membuat makalah dari hasil penelitiannya masing-masing. Adapun makalah saya berjudul “Inovasi Pemasaran Kerupuk Udang Indramayu melalui Dunia Maya”. Presentasi makalah diselenggarakan di Auditorium Gedung 1 FIB UI. Saya mendapat urutan ke-11. Biasanya, hanya ada satu pertanyaan berbahasa Inggris dan empat pertanyaan dalam bahasa Indonesia yang diajukan. Namun, saya memperoleh tiga pertanyaan berbahasa Indonesia dan empat pertanyaan berbahasa Inggris. Entah kenapa, saya juga tidak tahu. Nah, jika pertanyaan diajukan dalam bahasa Inggris, pemakalah juga harus menjawabnya dengan bahasa Inggris.
Selain mempresentasikan makalah, para semifinalis mementaskan bakatnya masing-masing. Cita-cita masa kecil untuk menjadi seorang pembaca berita kembali terlintas di benak hingga saya memutuskan untuk menjadi pembaca berita saat pentas bakat. Jika diingat, lucu juga. Siang bolong, ngambil video di Taman Ismail Marzuki Jakarta bareng Dhisty. Minjem handycam Dhana, bahkan dikasih kasetnya juga.
Alhamdulillah, Allah memberikan kepercayaan kepada saya lagi untuk maju ke babak berikutnya, babak final. Setiap finalis diminta untuk memaparkan topik yang diperoleh dalam bahasa Inggris. Kemudian, kelima finalis lainnya mengajukan pertanyaan yang harus ditanggapi. Topik yang dipaparkan didapatkan secara dadakan. Jika ingin menaklukkan babak ini, kuncinya adalah rutin membaca koran setiap hari dan berlatih berbahasa Inggris sesering mungkin sehingga nggak kagok. Satu lagi, enjoy aja!
Siang harinya, enam finalis diharuskan menunjukkan bakatnya. Tentunya, pentas kali ini nggak afdhol kalo sama dengan pentas saat semifinalis kemarin. Saya mengalami kebingungan akut saat itu karena menyadari bahwa saya tidak begitu handal soal beginian. Dengan bantuan teman-teman, pukul dua dini hari di hari yang sama, saya memutuskan untuk Bernarasi Ironi di atas panggung. Alhamdulillah, saya puas dengan tampilan ini karena telah menyampaikan “sesuatu” melaluinya. Kali ini, Allah mempercayai saya untuk menjadi Juara Harapan I.
Menjadi juara berapapun bukanlah tujuan akhir saya dalam ajang ini. Masih banyak pintu-pintu masa depan yang harus segera dibuka dengan membukanya satu persatu. Mengajak orang untuk selalu berbuat kebaikan, salah satunya. Dengan mengikuti ajang seperti ini, banyak manfaat yang diperoleh. Di antaranya adalah mengetahui posisi kemampuan diri kita jika dibandingkan dengan orang lain dan berkesempatan untuk belajar langsung dengan orang-orang hebat di sekitar kita. Selain itu, tahun ini beberapa dari semifinalis Mapres, termasuk saya, diikutsertakan dalam proyek penelitian tentang kebudayaan Betawi. Sungguh menyenangkan.
Hambar jika raihan-raihan hanya dapat dirasakan sendiri sebab masih banyak yang bodoh dan lapar menunggu sumbangan ilmu para cendekia. Saya selalu teringat pesan Bapak saya, bahwa ”Syukur adalah mempergunakan semua pemberian atau kenikmatan dari Allah untuk digunakan seperti kehendak Yang Memberi.”. Jadi, ekspresi syukur itu bukan hanya dengan mengucap hamdalah, melainkan juga memaksimalkan segala hal yang telah diberikan-Nya. Selamat bersyukur!
Salam :)
berkunjung mb Nila...
BalasHapusmiftah, absurd bin abstrak...
BalasHapusngomong apa ya? wahaha
abstrak bin absurd nih Si Miftah. Wwehehe:)
BalasHapusswing..g..g..
BalasHapusudah dari dulu disuruh baca, tapi baru tamat baca malam ini. HEhe
Semoga notes di ats bermanfaat..
Ikut komen ah. ck ck ck :)
BalasHapus